Suatu cerita pada zaman Walisongo, Sunan Bonang akan bepergian ke Sunan Muria di pegunungan Muria ditemani oleh dua orang santrinya (Ki Dudo dan ki Kosim).
Dalam perjalanan, mereka haus dan panas karena perjalanan dari Jawa Timur menuju Gunung Muria. Lantas, Beliau meminta muridnya untuk mencari air untuk minum dan berwudhu menunaikan ibadah sholat.
Maka sunan bonangpun memberikan
tongkatnya kepada santrinya tersebut sambil berpesan "Agar mencari air
di bawah pohon rindang serta segera kembali apapun yang ia dapati" sang
santripun segera pergi untuk mencari, pohon yang rindang yang ia caripun
di temukan, dan di tancapkanlah Tongkat yang dibawa tersebut ajaib,
dari tancapan tongkat tersebut keluarlah air jernih yang terus keluar,
melihat air tersebut sang santripun kegirangan minum dan mandi. ternyata
sang santri tersebut lupa akan pesan sang Sunan melihat air yang
jernih Bahwa dia di suruh cepat kembali oleh sang sunan.
Karena terlalu lama menunggu sang sunanpun mencari kemana gerangan
santri yang ditugasi untuk mencari air tersebut, karena waktu sudah mau
menjelang asahar, di carilah kesana-kemari sang santri tersebut, setelah
beberapa lama mencari maka di temukanlah sang santri tersebut, sang
santri tersebut tak sadar akan kehadiran sang sunan karena asyiknya
mendi, melihat santrinya tersebut " tanpa sadar sang sunan mengucap"
kamu ini aku suruh cari air untuk mimum dan wudhu, dan aku berpesan agar
segera kembali kok malah mandi nggak habis-habis, mandi nggak
selesai-selesai seperti Bulos ( Kura-kura)" Tiba-tiba santri tersebut
berubah menjadi bulus.
Sang santripun kaget dan segera naik ke atas, akan tetapi betapa
terkejutnya dia setelah melihat wajahnya dalam air, wajahnya berubah
menjadi Seekor bulus (kura-kura), melihat hal tersebut sang santri
langsung meminta maaf kepada sang sunan, sang sunanpun memaafkanya, akan
tetapi apa daya nasi sudah menjadi bubur, perkataan tak mungkin di
tarik kembali. dalam wujud yang seperti itu sang santripun ingin terus
mengikuti sang suna kemuria, akan tetapi sang sunan tak mengizinkanya,
takut nanti masyarakat pada heran dan takut, maka di perintahkanlah sang
santri tersebut untuk tinggal dan menjaga Bekas tancapan tongkat yang
terus menerus mengeluarkan air. Sebelum melanjutkan perjalanan sang
sunan mengatakan " Kelak orang-orang akan mengenal sendang ini dengan
sebutan sendang sani, dan desa inipun aku namai desa Sani. kata tersebut
berasal dari kata sendang , sementara sani =disisani.