Waduk Gunung Rowo merupakan salah satu destinasi wisata buatan yang
berada di lereng Gunung Muria. Tempat ini dibangun pada masa penjajahan Belanda
sekitar tahun 1928. Waduk inimempunyai luas 320 hektar dengan daya tampung air
sebanyak 5,5 meter kubik.
Pada awalnya, waduk Gunungrowo berfungsi untuk mengairi kurang lebih
10.000 hektar sawah di Kecamatan Margorejo, Wedarijakasa, Tlogowungu, dan Pati.
Saat ini fungsi waduk tidak hanya sebagai pengairan saja, namun sebagai
destinasi wisata masyarakat.
Melihat potensi alamnya indah, tempat ini kemudian menjadi destinasi
wisata favorit warga Bumi Mina Tani maupun luar daerah. Tak hanya itu, di sekeliling waduk juga banyak warung makan
yang menyediakan berbagai kuliner dan tentunya penjual oleh-oleh.
Untuk menuju lokasi, para wisatawan bias menggunakan jasa transportasi umum yakni angkutan kota (angkot) yang melayani rute Pati-Gunungrowo. Jarak tempuh untuk menuju wisata Gunungrowo sekitar 15 km dari pusat kota.
ASAL NAMA
Nama Gunung Rowo berasal dari cerita perjalanan Sampokong (wali dari Cina) dan Raden Umar Said (Sunan Muria). Kedua wali tersebut turun dari lokasi tanah yang bakal akan didirikan masjid oleh Umar Said. Keduanya kemudian berjalan ke arah barat. Dalam perjalanan kedua wali tersebut ada sebuah pohon bendo (pohon yang mirip dengan pohon sukun). Raden Umar Said kemudian menyabda daun bendo tersebut menjadi wayang kulit yang bisa hidup semalam suntuk.
Nama Gunung Rowo berasal dari cerita perjalanan Sampokong (wali dari Cina) dan Raden Umar Said (Sunan Muria). Kedua wali tersebut turun dari lokasi tanah yang bakal akan didirikan masjid oleh Umar Said. Keduanya kemudian berjalan ke arah barat. Dalam perjalanan kedua wali tersebut ada sebuah pohon bendo (pohon yang mirip dengan pohon sukun). Raden Umar Said kemudian menyabda daun bendo tersebut menjadi wayang kulit yang bisa hidup semalam suntuk.
Akhirnya keduanya berpisah. R. Umar Said berjalan ke arah barat menuju Gunung Muria dan yang pada akhir hayatnya dimakamkan di Gunung Muria. Sampokong berjalan ke arah timur sampai ke Rembang.
Setelah itu tanah yang alami tersebut menjadi waduk yang sebelumnya terdapat ular gaib. Masyarakat yang melihat hal tersebut melaporkannya ke Bupati Raden Ageng Mangku Kusumo (Bupati Pati). Raden Ageng Mangku Kusumo kemudian mengadakan sayembara untuk membunuh ular tersebut. Cucu dari Raden Hadi Sosro Kusumo Cendono dari Kudus yang bernama Moro Kesumo mengikuti sayembara tersebut.
Raden Moro Kesumo berani membunuh ular tersebut dengan menggunakan alat kurungan besi dan sebuah belati.Raden Moro Kesumo masuk ke dalam kurungan besi, kemudian ular tersebut membelit kurungan tersebut. Dari dalam kurungan Raden Moro Kesumo menusuki ular tersebut menggunakan belati dan akhirnya ular gaib tersebut pun mati. Raden Moro Kesumo lalu melapor kepada Raden Ageng Mangku Kusumo bahwa ular tersebut telah mati. Raden Ageng Mangku Kusumo kemudian meninjau ke lokasi. Setelah tiba ke lokasi ternyata darah ular gaib tersebut menjadi ular-ular kecil yang merata ditanah yang akan dibuat waduk.
Raden Ageng Mangku Kusumo memerintahkan agar ular-ular kecil tersebut bisa mati. Akhirnya Raden Ageng Mangku Kusumo meminta gabah sebanyak 4 karung dengan sebuah bambu sepanjang 1 meter. Tiap-tiap gabah disemburkan melalui bambu tersebut. Setelah terkena semburan dari gabah tersebut, tumbuhlah padi-padi di sawah rowo. Masyarakat sekitar mengambil padi-padi tersebut. Hingga akhirnya desa tersebut dinamakan Desa Rowo. Waduk Gunung Rowo mempunyai luas kurang lebih 42 ha. Waduk Gunung Rowo mampu menampung air sebanyak 5.150.000 liter/kubik.
HTM Dewasa: Rp 5.000/Orang.