Translate

KIRAB BOYONGAN HARI JADI KAB. PATI KE-696






SEJARAH RINGKAS HARI JADI KABUPATEN PATI

            Untuk menelusuri Hari Jadi Kabupaten Pati, Bupati KDH Tk. II Pati membentuk Tim Penyusunan dan Penelitian Hari Jadi Kabupaten Pati dengan Surat Keputusan No. 003.3/869 tanggal 19 November 1992.

            Tim Penyusunan dan Penelitian bersepakat baha untuk penelitian Hari Jadi Kabupaten Pati berpangkal tolak dari beberapa gambar yang terdapat pada Lambang Daerah Kabupaten Pati yang sudah disyahkan daam Peraturan Daerah No. 1 Th. 1971.

Gambar yang dimaksud yang berupa: “KERIS RAMBUT PINUTUNG DAN KULUK KANIGARA”

            Menurut cerita Rakyat dari mulut ke mulut yang terdapat juga pada kitab babad Patidan kitab babad lainya dua pusaka itu merupakan Lambang kekuasaan dan kekuatan yang juga merupakan simbul kesatuan dan persatuan.

Barang siapa yang memiliki dua pusaka tersebut, akan mampu menguasai dan berkuasa memerintah di pualau jawa. Adapun yang memiliki dua pusaka tersebut adalah Raden Sukmayana penggede Majasemi andalan Kadipaten Carangsoka.

            Menjelang akhir abad ke XIII sekitar tahun 1290 Masehi di Pulau Jawa fakum penguasa pemerintahan yang berwibawa. Kerajaan Pajajaran mulai runtuh, kerajaan Singasari surut, sedang Kerajaan Majapahit belum berdiri.

Di pantai utara Jawa Tengah sekitar Gunung Muria bagian timur muncul penguasa lokal yang mengangkat dirinya sebgai Adipati, wilayah kerajaan disebut Kadipaten.

Ada dua penguasa lokal di wilayah itu, yaitu:
  1. Penguasa Kadipaten Paranggaruda, Adipatinya bernama “Yudhapati”. Wilayah kekuasaanya meliputi sungai juwana keselatan, sampai pegunungan Gamping utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Grobogan. Mempunyai seorang putra bernama Raden Jasari.
  2. Penguasa Kadipaten Carangsoka, Adipatinya bernama “PuspaAndungjaya”, wilayah kekuasaannya meliputi semua sungai Juwana sampai pantai utara Jawa Tengah bagian timur. Adipati Carangsoka mempunyai seorang putri bernama Rara Rayungwulan.

          Kedua Kadipaten tersebut hidup rukun dan damai, saling menghormati dan saling menghargai untuk melestarikan kerukunan dan memperkuat tali persaudaraan dan memperkuat tali persaudaraan itu kedua Adipati tersebut bersepakat untuk mengawinkan putra dan putrinya itu. Utusan Adipati Paranggaruda untuk menimbang Rara Rayungwulan telah diterima, namun calon mempelai putri minta bebana agar pada saat pahargyan boja wiwaha daup (resepsi) dimeriahkan dengan pagelaran wayang dengan dalang kondang yang bernama ”Soponyono”.

Untuk memenuhi bebana itu, Adipati paranggaruda menugaskan penggede kemaguhan yang bernama Yuyurumpung agul-agul Paranggaruda. Sebelum melaksanakan tugasnya, lebih dulu Yuyurumpung berniat melumpuhkan kewibawaan Kadipaten Carangsoka dengan cara menguasai dua pusaka milik Sukmayana di Majasemi. Dengan bantuan “Sondong Majeruk” kedua pusaka itu dapat dicurinya namun sebelum dua pusaka itu diserahkan kepada Yuyurumpung, dapat direut kembali oleh Sondong Makerti dari wedari. Bahkan Sondong Majeruk tewas dalam perkelahian deegan Sondong Makerti. Dan Pusaka itu diserahkan kembali kepada Raden Sukmayana. Usaha Yuyurumpung untuk menguasai dan memiliki dua pusaka itu gagal.

Walaupundemikian Yuyurumpung tetap melanjutkan tugasnya untuk mencari Dalang Sapanyana agar perkawinan putra Adipati Paranggaruda tidak mengalami kegagalan.
Pada malam pahargyan bojana wiwaha (resepsi) perkawinn dapat diselenggarakan di Kadipaten Carangsoka dengan Pagelaran Wayang oleh Ki Dalang Sapanyana.Di luar dugaaan pahargyan dimulai, tiba-tiba mempelai putri meninggalkan kursi pelaminan menuju pangung dan seterusnya melarikan dri bersama Dalang Sapanyana. Pahargyan perkawinan antara “Raden Jasari”dan “Rara Rayungwulan” gagal total. Adipati Yudhapati merasa dipermalukan, emosi tidak dapat dikendalikan lagi. Sekaligus menyatakan permusuhan terhadap Adipati Carangsoka. Dan peperangan tak dapat dielakkan. Raden Sukmayana dari Kadipaten Carangsoka memimpin prajurit Carangsoka mengalami luka parah dan akhirnya wafat. Raden Kembangjaya (adik ipar Raden Sukmayana) meneruskan peperangan Dengan dibantu oleh Dalang Sapanyana, dan menggunakan kedua pusaka itu dapat menghancurkan Prajurit paranggaruda. Adipati Paranggaruda, Yudhapati gugur dalam palagan membela kehormatan dan gengsinya. Oleh Adipati Carangsoka, karena jasanya Raden Kembangjaya dikawinkan dengan Rara Rayungwulan kemudian diangkat menjadi pengganti Carangsoka. Sedang dalang Sapanyana diangkat menjadi patihnya dengan nama “Singasari”.

Untuk mengatur pemerintahan yang semakin wilayahnya ke bagian selatan, Adipati Raden Kembangjaya memindahkan pusat pemerintahanya dari Carangsoka ke Desa Kemiri dengan mengganti nama “Kadipaten Pesantenan”. Dengan gelar “Adipati Jayakusuma” di Pesantenan. Adipati Jayakusuma hanya mempunyai seorang putra tunggal yaitu “RadenTambra”. Setelah ayahnya wafat, Raden Tambra diangkat menjadi Adipati Pesantenan, dengan gelar “Adipati Tambranegara”.

Dalam menjalankan tugas pemerintahan Adipati Tambranegara bertindak arif dan bijaksana menjadi Songsong Agung yang sangat memperhatikan nasib Rakyatnya, serta menjadi pengayom bagi hamba sahayanya, dan kesejahteraanya semakin menngkat. Untuk dapa mengembangkan pembangunan dan memajukan pemerintah di wilayahnya Adipati Raden Tambranegara memidahkan pusat pemerintahan Kadipaten Pesantenan yang semula berada di desa kemiri menuju kearah barat yaitu, di desa Kaborongan, dan mengganti nama Kadipaten Psantenan menjadi Kadipaten Pati.

Dalam prasasti Tuhannaru, yang diketemukan di desa sidateka, wilayah kabupaten majakerta yang berada di musium Trowulan. Prasati itu terdapat delapan Lempengan Baja, dan bertuliskan huruf Jawa kuna. pada lempengan yang keempat antra lain berbunyi Bahwa: ................................ Raja Majapahit, Raden Jayanegara menambah gelarnya dengan ABHISEKA WIRALANDA GOPALA pada 13 Desember 1323. Dengan patihnya yang setia dan berani bernama DYAH MALAYUDA dengan gelar RAKAI. Pada saat pengumuman itu bersamaan juga dengan pisuanaan agung dari Kadipaten pantai utara Jawa Tengah bagian Timur termasuk Raden Tambranegara berada didalamnya. Raja Jayanegara dari Majapahit mengakui wilayah kekuasaan para Adiati itu, dengan memberi status sebagai tanah predikan, dengan syarat bahwaa para Adipati itu setiap tahun harus menyerahkan Upeti berupa bunga.

Bahwa Adipati Raden Tambranegara juga hadir dalam Pisuanan agung di Majapahit itu terdapat juga dalam Kitab Babad Pati, yang sisusun oleh K.M. Sosrosumarto dan S. Dibyasudira, diterbitkan oleh Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik  Indonesia, 1980. Halaman 34, Pupuh Dandanggula pada : 12 yang lengkapnya berbunyi : ........................... Tambanegara Pati “Sumewo” maring Majalengka Brawijaya kedua, Majalengka adalah Majapahit .....................” Kratonya ing satanah Jawi angalih Majapahit, ingkang jumeneng Ratu Brawijaya ingkang kaping kalih.Ya Jaka Pekik nama, Raden Tambranegara Sumewo maring, Kraton Majalengka.......”

Berdasarkan hal tersebut, jelaslah bahwa Raden Tambranegara Adipati Pati Turut serta hadir dalam pisowanaan agung di Majapahit.

Menurut tradisi budaya pertanian (Kultur Agraris) kelompok masyarakat atau perorangan jika mengadakan kerja besar misalnya, melaksanakan pernikahan putranya, khitanan, mendirikan rumah, merehab rumah, atau pindahan ke lain tempat, slalu mengusahakan tanggal yang baik. Dengan tujuan agar seseuatunya dapat berjalan dengan lancar, baik, selamat serta mendatangkan rejeki.

Hari dan tanggal yang baik itu jika sesuai musim panen padi yang jatuh pada bulan juli atau Agustus pada tiap tahunya. Kalau pisowanan agung yang dihadirioleh Raden Tambranegara ke Majapahit pada tnggal 13 Desember 1323, maka diperkirakan bahwa pindahnya Kadipaten Pesantenan dari Desa Kemiri ke Desa Kaborongan dan menjadi Kabupaten Pati itu diperkirakan pada bulan juli dan Agustus 1323.

Ada tiga tanggal yang baik pada bulan Juli dan Agustus 1323 itu yaitu: 3 Juli,7 Agustus dan 14 Agustus 1323.

Seminar Hari Jadi Kabupaten Pati yang diselenggarakan oleh Bapak Bupati KDH Tk. II Pati pada tanggal 28 September 1993 di Pendopo Kabupaten Pati yang dihadiri oleh para perakilan lapisan masyarakat Kabupaten Pati, para guru sejarah SLTA se Kabupaten Pati. Konsultan Dosen Fakultas Sastra dan Sejarah UNDIP semarang, secara musyawaroh dan sepakat memutuskan bahwa tanggal 7 Agustus 1323 sebagai hari kepindahan Kadipaten Pesantenan di Desa Kaborongan menjadi Kabupaten Pati, menjadi momentum HARI JADI KABUPATEN PATI. Dengan surya sangkala“KRIDANE PANEMBAH GEBYARING BUMI”, yang bermakna “Dengan Bekerja Keras dan Penuh Do’a Kita Gali Bumi Pati untuk meningkatkan kesejahteraan  lahiriah dan batiniah”.

Tanggal 7 Agustus 1323 sebagai HARI JADI KABUPATEN PATI telah ditetapkan dalam peraturan daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Pati Nomor: 2/1994 Tanggal 31 Mei 1994.

Kabupaten Pati, Konsultan Dosen Fakultas Sastra dan Sejarah UNDIP Semarang, secara musywarah dan sepakat memutuskan bahwa tanggal 7 Agustus 1323 sebagai hari kepindahan Kadipaten Pesantenan di Desa Kemiri ke Desa Kaborongan menjadi Kabupaten Pati, menjadi Momentum HARI JADI KABUPATEN PATI. Dengan surya sangkala “KRIDANE PANEMBAH GEBYARING BUMI”, yang bermakna “Dengan bekerja keras dan penuh do’a kita gali Bumi Pati untuk meningkatkan kesejahteraan lahiriah dan batiniah”.

Tanggal 7 Agustus 1323 sebagai HARI JADI KABUPATEN PATI telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Pati Nomor: 2/1994 tanggal 31 Mei 1994.


















GAGEGO DOLAN PATI!!!

PETA